Beritainternusa.com,Jakarta – Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno mengaku miris dengan banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai tingginya kasus korupsi tak terlepas dari mahalnya ongkos politik di Indonesia.
Hal itu menanggapi OTT terhadap hakim dan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang digelar semalam hingga dini hari tadi. Total enam orang diamankan dengan barang bukti uang sejumlah Sin$45 ribu.
Sandi pun sepakat dengan istilah yang diungkapkan Prabowo bahwa korupsi di Indonesia sudah seperti kanker stadium empat. Sebab, dari informasi yang didapat, Sandi mengibaratkan jika KPK mau menggelar OTT setiap hari, maka pasti ada yang kena.
“Ini kejadian lagi ada OTT (OTT KPK di PN Jaksel). Saya juga miris dengarnya itu. Ada yang berikan informasi (ke saya) kalau KPK mau OTT tiap hari (istilahnya) pasti kena,” kata Sandiaga di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (28/11).
Sandi kemudian menilai tingginya tingkat korupsi di Indonesia wajar terjadi selama ongkos politik masih mahal. Sebab, kata dia, ongkos politik dapat berbanding lurus dengan korupsi yang menimpa para kepala daerah maupun pemangku pemerintahan.
“Saya lihat kepala daerah itu rata-rata korupsinya karena baru habis pilkada, berutang. Ingin mengembalikan utang, akhirnya menggunakan kebijakan, seperti itu,” kata Sandi.
Dia juga menyebut, hukum yang tidak konsisten pun menyebabkan korupsi terjadi di Indonesia. Selama ini asas penegakan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
“Kalau yang berkaitan dengan OTT hari ini oleh para penegak hukum atau yang berkaitan dengan kasus perdata, itu berkaitan dengan hukum yang nggak konsisten. Hukum yang belum adil. Tajam ke bawah tumpul ke atas. Itu yang mesti diselesaikan,” kata dia.
Menurut Sandi, asas hukum tajam ke bawah tumpul ke atas itu yang mesti diputus. Dengan begitu hukum dapat ditegakkan dengan adil.
Atas dasar itu, Sandi pun menjanjikan, dia bersama Prabowo Subianto akan fokus untuk melakukan pencegahan praktik korupsi. Hal ini dilakukan jika pemberantasan masih dinilai kurang ampuh membuat jera para koruptor.
“Barangkali kita ulang regulasinya dari segi pemilihan kepala daerah, atau sistem perpolitikan kita, atau kita bisa lebih tegas kepada dunia usaha dan pembuat kebijakan dari segi kasus-kasus perdata. Nah ini yang harus kita bersama-sama,” kata Sandi.