Beritainternusa.com,Jakarta – Ancaman Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada para spekulan atau pengambil keuntungan saat melemahnya rupiah, mendapat kritikan dari ekonom Kwik Kian Gie.
Kritikan ini disampaikan Kwik saat dirinya menjadi narasumber di program acara Rosi, Kompas TV dengan tema ‘Rupiah Tertekan, Ekonomi Mengkhawatirkan?’, Kamis (6/9/2018).
Mulanya, tayangan terkait pernyataan Sri Mulyani itu diputarkan di depan narasumber.
“Kalau ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan ini untuk mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas korban dari orang lain, maka tindakan-tindakan yang dilakukan bersama kami (Menkeu) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) serta Bank Indonesia untuk memonitor sangat detail dan tegas dari pelaku-pelaku ekonomi yang mencoba melalukan profit taking,” ujar Sri Mulyani dalam video.
Menanggapi hal tersebut, Kwik mengatakan jika spekulan atau pihak yang mencoba mengambil keuntungan itu tidak bisa ditindak oleh pemerintah.
Karena tidak ada larangan yang pasti atas hal tersebut.
“Kalau seandainya ada orang terang-terangan melakukan spekulasi, pemerintah mengawasi, pemerintah mengetahui dia spekulan besar, pemerintah mau berbuat apa terhadap dia? wong boleh kok, siapa yang melarang orang menjadi spekulan?,” jawab Kwik.
Belum usai Kwik berbicara, Said Didu yang sama-sama menjadi narasumber pun turut mendukung perkataan dari Kwik.
“Hukumnya gak ada (menindak spekulan),” sela Said Didu.
Kwik kembali melanjutkan jika yang dikatakan Sri Mulyani aneh.
Karena walaupun mengawasi para spekulan, tidak ada yang bisa dilakukan.
“Aneh kan, keterangannya Menteri Keuangan kan aneh, Dia mengawasi untuk apa? mengawasi untuk ditindak? apa bisa menindak untuk spekulan? apa dasarnya? kita menganut sistem lalu lintas devisa bebas,” lanjut Kwik.
Pernyataan dari Kwik ini kemudian kembali ditanyakan Rosi, selaku pembawa acara pada narasumber lainnya yakni Denni Puspa Purbasari selaku Deputi III Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
“Itu tidak dianggap sebagai sinyal yang kuat untuk jalur rupiah dari gangguan para spekulan?,” tanya Rosi pada Denni.
Denni menjawab pernyataan dari Kwik bahwa pernyataan dari Sri Mulyani adalah memonitor bersama OJK untuk memastikan bahwa Pemerintah mawas dalam kondisi rupiah yang melemah.
“Saya kira tadi yang disampaikan, oleh Bu Sri Mulyani maksudnya adalah memonitor bersama dengan OJK.
Dan saya pikir bank sentral pun juga melakukan monitoring yang lebih baik, karena itu sebenarnya menunjukkan bahwa pemerintah itu lebih mawas dalam kondisi yang seperti sekarang,.
Karena kita harus melihat keseimbangan di pasar antara supply dan demand (teori penawaran dan permintaan).
Kalau itu kemudian timpang, maka yang terjadi adalah perlu intervensi khusus supaya kemudian pada saat-saat tertentu ketika dibutuhkan untuk men’smooth’ kan di pasar valas, likuiditas di pasar valas diperlukan,” jawab Denni.
Said Didu turut menanggapi apa yang dijawab oleh Denni dengan mengatakan monitor yang dimaksudkannya pernah dilakukan saat ia menjabat sebagai mantan menteri sekretaris BUMN dalam menghadapi pelemahan rupiah.
“Di 2008 saya melakukan itu, saya pengontrol itu, saat 2008, semua BUMN saya kontrol kalo mau beli dia harus lapor jam 8, kalo mau jual dan beli dia lapor jam 5, itu monitor,” kata Said Didu.
Sementara itu, diberitakan dari Kontan.co.id, posisi rupiah yang kian tersudut mendorong Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memonitor pembeli valas.
Langkah ini diambil untuk meminimalisir aksi para spekulan dollar AS yang melakukan profit taking saat nilai tukar rupiah tengah terperosok.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, saat ini harus dibedakan pembelian yang ada underlying dengan yang lain.
“BI punya ketentuan pembelian dollar AS yang harus ada underlying-nya,” kata Perry, di Gedung DPR RI, Selasa (4/9).
“Tentu kami akan cek ke bank apakah ada underlying atau tidak,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, sebelum ada sentimen global dari Argentina dan Turki yang membuat nilai tukar rupiah merosot, monitoring ini sudah dilakukan oleh BI dan OJK.
“Kami sudah lakukan pengecekan. Waktu itu tidak ada (yang membeli valas tanpa underlying), tetapi sekarang kami lakukan lagi,” ucapnya.
Perry melanjutkan, Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal pembelian valas perlu ada underlying ini sudah ada.
Dalam PBI 18/18/PBI/2016 Pasal 17 menyebutkan bank harus memastikan nasabah menyampaikan dokumen underlying transaksi dan/atau dokumen pendukung transaksi valas terhadap rupiah untuk setiap transaksi pada tanggal transaksi.
Di sisi lain, pemerintah tengah memikirkan sanksi bagi para spekulan dollar AS yang melakukan profit taking di tengah keadaan nilai tukar rupiah tengah terperosok.
Sanksi ini dibuat agar spekulasi tidak menjadi sentimen negatif bagi perekonomian dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sikap pemerintah ini dilatarbelakangi oleh fundamental ekonomi Indonesia yang sebenarnya masih kuat.
Namun, beberapa pihak sengaja menubruk dollar AS guna mengambil untung. “Nanti kami lihat (sanksinya),” ucapnya di Gedung DPR RI, Selasa (4/9/2018).
Ia melanjutkan, adanya monitor yang ketat dari Kemkeu bersama-sama dengan Bank Indonesia dan OJK lewat forum Komite Kebijakan Sistem Keuangan (KKSK) adalah hal yang wajar.
“Ini suatu tindakan bagi kami untuk membedakan pelaku ekonomi yang genuine, yang jaga ekonomi dan perusahannya, dan jaga ekonomi bertahan dalam guncangan ini dan mereka yang lakukan profit taking. Ini suatu yang biasa kami lakukan saat situasinya waspada gini,” jelasnya.
“Kalau faktornya adalah sentimen, bahkan sentimen itu ditunggangi dengan spekulasi, kalau ada pihak-pihak yang gunakan kesempatan ini untuk ambil untung untuk dirinya sendiri atas korban dari orang lain, maka tindakan-tindakan yang dilakukan kami adalah secara detail dengan tegas bagi pelaku ekonomi yang melakukan profit taking itu,” lanjutnya.