Beritainternusa.com,Jakarta – Rocky Gerung menyebut presiden dapat diganti sebelum tahun 2019.
Pria yang pernah menjadi Dosen Filsafat Universitas Indonesia ini mengatakan jika konstitusi (UUD 1945 dan turunannya) menyediakan cara untuk penggantian tersebut.
Tak harus menunggu tahun 2019, menurut Rocky, presiden dapat diganti setiap saat, selama sosok presiden tersebut didakwakan suatu kesalahan.
Rocky menegaskan, pada awalnya, konstitusi dibentuk dengan maksud menjamin hak rakyat untuk menjatuhkan penguasa.
Menurutnya, sangat penting untuk melek konstitusi, mempelajari sejarah politik dunia dan memahami filosofi kekuasaan sebelum berbicara di depan publik.
Berikut ini kicauan lengkap Rocky Gerung.
“Bahkan sebelum 2019, presiden dapat diganti. Konstitusi menyediakan cara,” tulis Rocky Gerung.
“Bahkan setiap saat, presiden dapat diganti. Konstitusi menyediakan caranya: langkah awalnya didakwakan suatu kesalahan (impeach),” ujar Rocky Gerung.
“Di awal sejarah konstitusi, di Eropa, ide konstitusionalisme itu justru dimaksudkan menjamin hak rakyat untuk menjatuhkan penguasa,” tambah Rocky Gerung.
“Penting membaca konstitusi dengan otak. Penting mempelajari sejarah politik dunia.
Penting pahami konsep filosofi kekuasaan.
Setelah itu, baru koar-koar,” pungkas Rocky.
Diketahui sebelumnya, beberapa pihak bersilang pendapat mengenai gerakan 2019 ganti presiden.
Ada pihak yang mengatakan jika gerakan tersebut makar.
Ada pula yang tidak menyebut sebagai makar.
Satu di antara yang menyebut gerakan 2019 ganti presiden sebagai gerakan makar adalah Staf Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin.
Oleh karena itu menurutnya gerakan #2019GantiPresiden harus dihentikan.
“Makar itu, makar harus dihentikan seluruh aktivitasnya, harus diback-up,” ujar Ngabalin saat dihubungi, Jakarta, Senin (27/8/2018).
Menurut Ngabalin, #2019GantiPresiden memiliki arti pada 1 Januari 2019, maka Presiden Indonesia yang saat ini diduduki Joko Widodo harus diganti.
”Artinya itu tindakan makar, dengan begitu sementara yang kita tahu dalam regulasi 17 April Pemilu presiden yang baru. karena itu, seluruh aktivitas dan deklarasi yang terkait pergantian presiden harus dihentikan karena itu gerakan gerombolan pengacau keamanan negara,” papar Ngabalin.
Sementara terkait kebebasan berpendapat, kata Ngabalin, semua negara demokrasi di dunia memiliki aturan yang tidak boleh dilakukan semena-mena, sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998.
”Ada syarat untuk kepentingan persatuan dan kesatuan, menghargai pendapat orang lain, tidak mengacau keamanan, lihat di pasal 16 dan pasal 15 sanksinya,” tuturnya.
“UU KUHP mereka melawan polisi, sementara polisi adalah representasi hukum, sebabnya polisi yang membubarkan harus diberikan penghargaan karena tidak boleh dibiarkan. Aksi ini kan ada yang pro dan kontra akan ganggu keamanan, kalau dibiarkan jadi konflik horizontal,” sambung Ngabalin.
Agar tidak diartikan gerakan makar, Ngabalin pun menyampaikan #2019GantiPresiden harus diubah menjadi #17April2019 Ganti Presiden. “Kalau 2019 itu makar,” ucapnya.
Mahfud MD: Gerakan 2019 ganti presiden tidak makar
Berbeda dengan Ali Ngabalin, Mantan Ketua Mahkamah Konsititusi (MK), Mahfud MD menyebut gerakan 2019 Ganti Presiden bukanlah gerakan makar.
Hal tersebut diungkapkan Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara ‘Kabar Petang’ TV One, Rabu (5/9/2018).
Mulanya, pembawa acara menanyakan terkait pernyataan Sekjen PDIP, Sekjen Kristiyanto dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin yang menyebut gerakan 2019 Ganti Presiden adalah makar.
Mahfud MD pun menyalahkan pernyataan makar yang ditujukan pada gerakan tersebut.
“Ya tetap salah, kalo pak Sekjen PDIP kan bukan pemerintah, tetapi kalau Ali Mochtar Ngabalin itu staf khusus presiden, tetep salah, meskipun Ngabalin yang mengatakan,” ujar Mahfud MD.
Menurutnya, gerakan 2019 Ganti Presiden tidak memiliki unsur makar seperti yang dikatakan.
“Coba tanya secara hukum pidana itu yang dikatakan makar itu ada unsur-unsurnya. Unsur makar itu di mana? Tapi kalau dalam bahasa Arab makar itu artinya siasat. Nah, kalo itu makar disebut sebagai siasat atau gerakan politik, apa yang biasa namanya itu engak apa-apa, kan memang ada kata makar, dalam bahasa Arab, ada makar dalam bahasa hukum pidana,” katanya.
“Makar dalam bahasa hukum pidana itu merampas kemerdekaan presiden wakil presiden, berkomplot untuk merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden, kemudian ingin mengganti ideologi negara, gerakan mengganti ideologi negara, resminya mengganti ideologi pancasila dengan komunisme, leninisme, marxisme, gitu di dalam undang-undang, di luar itu bukan makar,” tambah mantan Ketua MK ini.