Ilustrasi

 

Beritainternusa.com, Jakarta – Komisi Yudisial (KY) mencium aroma pungli dalam pengurusan berkas bacaleg di tingkat Pengadilan Negeri (PN). Hal ini menandakan fungsi pengawasan Mahkamah Agung (MA) masih lemah.

“Praktik pungli yang dilakukan di PN dalam pembuatan surat tidak pernah dipidana dari PN setempat agar bisa daftar ke KPU oleh caleg, menunjukkan masih adanya stigma ‘kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah’,” kata pengajar Hukum Tata Negara FH Universitas Udayana, Bali, Dr Jimmy Z Usfunan kepada wartawan, Kamis (12/7/2018).

“Padahal dengan adanya upaya pemberantasan Pungli yang dilakukan di era Jokowi diarahkan untuk mengembalikan pada mindset semula dalam berbagai pelayanan masyarakat yaitu ‘Kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit’,” sambung Jimmy.

Temuan KY ini menunjukan fakta di lapangan tidak ‘seindah’ fakta di atas kertas. Di mana dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 2 tahun 2018 yang juga mengacu pada lampiran SEMA Nomor 3 tahun 2018 menyebutkan bahwa pemberian surat keterangan tanpa dipungut biaya.

“Hal ini menunjukkan pola pengawasan implementasi pelayanan publik yang dijamin dalam SEMA No 2 Tahun 2018 masih lemah,” ujar Jimmy.

MA diminta segera mengambil sikap tegas dalam menindak praktek-praktek pungli dalam kepengurusan surat-surat itu. Agar tidak dijadikan perseden negatif di lingkungan pengadilan di daerah-daerah lainnya.

“Tentunya, kejadiannya ini berpotensi menimbulkan persepsi negatif di masyarakat, bahwa ‘uang’ dapat dijadikan pendekatan dalam menyelesaikan urusan-urusan di pengadilan dengan cepat. Hal ini bisa jadi persoalan kedepan, yang akan merongrong kewibawaan dari pengadilan,” pungkasnya.

 

 

Sumber                                : Dtk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here