Beritainternusa.com, Jakarta – Tim Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dari pihak pemerintah menegaskan bahwa Pasal 729 di dalam RKUHP tidak akan memangkas kewenangan KPK dalam menindak kasus korupsi. Anggota tim Panja RKUHP dari pihak pemerintah, Muladi, menuturkan bahwa pasal tersebut adalah aturan peralihan yang sangat penting.
“Justru pada Pasal 729, ini yang sering tidak disebut oleh KPK atau pers ya. Pasal 729 itu adalah aturan peralihan yang sangat penting, yang menyatakan bahwa pada saat RKUHP ini mulai berlaku, ketentuan bab tentang Pidana Khusus dalam Undang-Undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam Undang-Undang masing-masing,” kata Muladi di Kantor Kemenkum HAM, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2018).
Untuk itu, dia mempertegas bahwa tidak ada maksud dari pasal tersebut untuk mengurangi porsi KPK atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai lembaga yang menangani korupsi.
“Jadi tidak ada maksud Undang-Undang ini mengurangi kewenangan, mengganggu kewenangan KPK. Itu diatur dalam aturan peralihan pasal 729. Itu jarang disebut oleh beliau beliau itu,” lanjutnya.
Sebelumnya, ICW membikin petisi di laman change.org dalam rangka mendukung agar pasal-pasal mengenai tindak pidana korupsi atau Tipikor dicabut dari RKUHP. Pasalnya, mereka menilai pasal-pasal Tipikor itu bisa mengancam eksistensi KPK.
Dilihat detikcom pada Senin (4/6), ICW menyebut setidaknya 2 alasan RKUHP tersebut membahayakan KPK, apa saja?
1. KPK Tak Lagi Bisa Usut Kasus Korupsi
KPK terancam tidak bisa lagi melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait kasus tipikor apabila RKUHP disahkan. Dalam petisi itu disebutkan, kewenangan KPK tercantum dalam UU KPK yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor (dan bukan dalam KUHP). Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya kejaksaan dan kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.
Tidak hanya KPK, akan tetapi Pengadilan Tipikor pun terancam keberadaannya. Selama ini Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili kejahatan yang diatur dalam UU Tipikor. Maka jika R-KUHP ini disahkan kejahatan korupsi akan kembali diperiksa dan diadili Pengadilan Negeri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada masa lalu Pengadilan Negeri kerap memberikan vonis ringan bahkan tidak jarang membebaskan pelaku korupsi.
2. RKUHP Untungkan Koruptor
Dalam petisi itu disebutkan, ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam RKUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor. Lebih ironis adalah koruptor yang diproses secara hukum dan dihukum bersalah tidak diwajibkan mengembalikan hasil korupsinya kepada negara karena RKUHP tidak mengatur hal ini. Selain itu pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian keuangan negara agar tidak diproses oleh penegak hukum.