Beritainternusa.com, Jakarta – Revisi atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang baru saja disahkan DPR (UU Antiterorisme) mengatur lembaga pengawas sebagai instrumen pengawasan dalam pemberantasan terorisme.

Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii menjelaskan lembaga pengawas yang dimaksud adalah anggota Komisi I dan Komisi III DPR dengan fungsi pengawasan terhadap mitra kerjanya yakni aparat penegak hukum.

“Hal yang kami maksudkan dengan tim pengawas ini, selain fungsional itu, mereka memiliki kewenangan untuk terus setiap hari mengupdate data-data perkembangan gerakan terorisme di Indonesia dan bentuk-bentuk penanganan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,” kata Syafii di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (25/5).

Dalam ketentuan pengawasan yang termaktub pada Pasal 43J UU Antiterorisme, disebutkan bahwa DPR membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme.

Ketentuan mengenai pembentukan tim pengawas penanggulangan terorisme kemudian diatur dengan Peraturan DPR RI.

Syafii mencontohkan, ketika ada peristiwa Mako Brimob, bentuk pengawasan dari tim pengawas adalah membantuk aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi.

“Apa dan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi dan bagaimana penanganannya. Kalau penangannya masih lemah mungkin kami memberikan rekomendasi harus seperti apa. Tapi kalau penangananya itu semuanya cukup baik, tapi karena kelalaian rekomendasinya seperti apa,” katanya.

Menurut dia, tim pengawas juga dapat memberikan hukuman jika penanganan terhadap aksi terorisme berlebihan. Semua institusi penanggulangan terorisme disebut menjadi lokus dari pengawasan ini.

“Jadi yang diawasinya adalah BNPT dengan aparat kepolisiannya, termasuk Densus 88 juga pelibatan TNI termasuk dalam bidang tugas dari pengawas yang akan dibentuk ini,” katanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here