Beritainternusa.com, Jakarta – Bawaslu RI tak mempermasalahkan deklarasi hashtag atau tagar tentang pilpres di media sosial. Namun tak boleh ada parpol yang terlibat dalam deklarasi tagar itu.
“Nggak masalah kalau deklarasi-deklarasi. Nah, ini kami minta apa pun deklarasinya, mau ganti, tetap 2 periode, silakan saja. Tapi kalau sudah terlibat parpol, parpol ikut dalam deklarasi tersebut, itu kampanye di luar jadwal. Karena kampanye di September nanti,” kata anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja, dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya ‘Politik Tagar Bikin Gempar’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/5/2018).
Rahmat juga berharap deklarasi tagar itu sebagai bentuk kebebasan berpendapat dan tak ada unsur paksaan agar orang lain berpindah pendapat.
“Kami berharap ini masuk dalam bentuk kebebasan berekspresi, berpendapat. Tidak ada paksaan agar orang lain pindah pendapat atau menghina orang lain. Kami harapkan tidak ada ketegangan masyarakat,” ucap Rahmat.
Ia pun meminta kegiatan Car Free Day (CFD) tak dimanfaatkan untuk kegiatan politik. Ia menegaskan partai politik tak boleh memanfaatkan kegiatan CFD untuk berkampanye.
“Kami harapkan CFD kembali pada seperti semula. CFD ini kan tidak hanya di Jakarta. Kembali pada fungsi asalnya. Boleh pakai tagar? Ya silakan saja, kalau ada parpol tidak boleh. Sepanjang dalam koridor tidak ada pemaksaan saya yakin antar-tagar tetap dan ganti presiden bisa jalan beriringan,” tutur Rahmat.
Selain Rahmat, Nur sukarno, Presiden Republik Cyber Projo (RCP), mengatakan keberadaan tagar karena terdapat pesan yang ingin disampaikan. Ia pun menilai wajar ada adu tagar menjelang pilpres.
“Ada pesan yang ingin disampaikan. Wajar. Ada yang ingin ganti presiden dengan tagar. Ada juga yang tetap ingin Jokowi. Yang #2019GantiPresiden itu kan kelihatannya tersentralistik. Dan itu diorganisir kalau saya PKS, Gerindra, cyber-cyber-nya menggaungkan itu. Kalau yang 2019 tetap Jokowi bervariasi,” ujar Nur.
Sementara itu, Mustofa Nahrawardaya, relawan #2019GantiPresiden, mengatakan tagar tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengukur kekuatan sebuah kelompok. Ia mengaku hashtag #2019GantiPresiden tak digerakkan oleh buzzer salah satu partai politik.
“Nggak bisa salah satu pihak mengklaim pihak dia itu mengerahkan pasukan sosmed PKS atau Gerindra. Lah kan Anda juga bisa. Kalau tagar yang di kami, memang sudah nama-nama orang-orang parpol. Kalau beliau sudah ada calon presiden yang dipertahankan. Kalau saya sendiri pribadi saya mencalonkan Mas Ruhut Sitompul untuk melawan Pak Jokowi, karena Pak Ruhut lebih bagus, lintas partai bisa,” ucap Mustofa.
Kemudian, pengamat politik Gun Gun Heryanto mengatakan keberadaan tagar merupakan ekspresi kebebasan pendapat. Hal tersebut pun bisa memberi dampak positif terhadap peningkatan partisipasi politik.
“Ini perubahan konteks sosial politik yang makin dinamis. Ada cyber democracy. Ekspresi kebebasan berpendapat, tentu kebebasan untuk pilihan politik, ekspresi simbolik. Hal positif karena bisa menggairahkan partisipasi politik warga negara,” ucap Gun Gun.