Beritainternusa.com, Jakarta – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) ingin electronic road pricing (ERP) diterapkan bagi kendaraan yang masuk ke Jakarta. Sistem ini diharapkan bisa mengurangi kepadatan jalan di Ibu Kota dan diyakini efektif membuat pengguna kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum.

Berdasarkan kajian BPTJ, jumlah perjalanan di Jabodetabek saat ini mencapai 48 juta/hari dengan didominasi kendaraan pribadi sebesar 62 persen. Inilah yang menjadi penyebab terjadinya kemacetan dari hari ke hari.

“Keadaan jalanan kita sudah dalam keadaan darurat, perlu adanya pengaturan. Ditekankan bahwa kami sebagai pihak regulator sifatnya mengatur, bukan melarang. Mengatur di sini bersifat agar beban lalu lintas agar menjadi lebih baik. BPTJ sebagai pihak regulator mempunyai kebijakan-kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Kebijakan jangka panjang yaitu dengan penerapan ERP,” kata Kepala BPTJ Bambang Prihartono dalam keterangan tertulis, Senin (2/4/2018).

Bambang menjelaskan ERP yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Jakarta itu merupakan pembatasan kendaraan pribadi melalui skema berbayar elektronik pada ruas/area tertentu, yang tingkat volume capacity (VC) ratio dan kecepatan rata-rata jaringan jalan sudah jauh di bawah standar yang berlaku. Sejumlah negara yang sudah mengadopsi sistem ini antara lain Singapura, Inggris, dan Norwegia.

Bambang menambahkan pengaturan jumlah kendaraan yang ada di Ibu Kota sudah dilakukan dengan sistem ganjil-genap di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Namun, menurutnya, sistem itu baru solusi jangka pendek dan belum efektif mengurangi kemacetan.

“Salah satunya kebijakan ganjil-genap di dua pintu tol Bekasi yang menuju Jakarta sudah kami terapkan. Namun cara itu adalah solusi jangka pendek dan memerlukan cara lain untuk jangka panjang agar lebih efektif,” tambahnya.

Penerapan sistem ERP ini pun diyakini bisa membuat pengguna kendaraan mobil pribadi beralih ke transportasi umum. Bambang berharap pemda bisa segera menerapkan kebijakan ini.

“Oleh karena itu, pemerintah harus mempunyai kebijakan yang bersifat push dengan penerapan ERP ini. Dengan adanya kebijakan ERP ini diharapkan agar masyarakat bisa berpindah ke angkutan massal. Sebentar lagi MRT, LRT jadi. Kalau kami tidak terapkan kebijakan yang bersifat push ini, siapa yang akan menggunakan angkutan massal tersebut?” ujar Bambang.

3 Tahapan dalam Penerapan ERP

Meski begitu, Kemenhub melalui BPTJ akan mengkaji penerapan kebijakan ERP ini. Akan ada tiga tahapan dalam penerapan ERP, yakni kerangka kelembagaan, kerangka regulasi, dan kerangka pendanaan.

“Dalam hal ini, kami perlu mengkaji terlebih dahulu dengan 3 tahapan, yaitu kerangka kelembagaan dengan mengundang stakeholder terkait, seperti pemda-pemda penyangga,” ucapnya.

“Yang kedua, kerangka regulasi, perlu adanya payung hukum dalam kebijakan tersebut. Yang terakhir dengan kerangka pendanaan,” imbuh Bambang.

Bambang menjelaskan dalam kajian itu akan dibahas besaran tarif yang akan dikenakan kepada pengendara yang melintas masuk ke Jakarta. Setelah kajian ini rampung, sistem ERP belum bisa langsung diterapkan karena masih ada persiapan teknis, seperti teknologi operasional dan sistem pembayaran yang harus diuji coba.

Kerangka regulasi dipandang perlu sebagai payung hukum penerapan sistem ERP. Kelembagaan (skema operator jalan berbayar elektronik) dan sistem pendanaan (diharapkan investasi non APBN/APBD). Dengan tiga kajian ini, diharapkan penerapan ERP di Jakarta dan Bodetabek efektif mengurai kemacetan di pusat kota Jakarta ataupun kota penyangga.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here